profil
kampung
pantai harapan
kab. berau
Kampung Pantai Harapan merupakan salah satu
desa yang terdapat di Kecamatan Biduk-Biduk, Kabupaten Berau, dengan luas
wilayah diperkirakan sekitar 8.552,93 Hektar yang berbatasan wilayah langsung
dengan wilayah-wilayah lainnya seperti sebelah Utara berbatasan dengan Tanjung
Perepat, sebelah Selatan berbatasan dengan Biduk-biduk, sebelah Barat
berbatasan dengan Kab. Kutai Timur, dan sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makassar.
Secara administratif, Kampung Pantai Harapan terdiri dari 5 Rukun Tetangga (RT)
dengan jumlah kepala keluarga sebanyak
204 KK dan jumlah penduduk
sebanyak 806 jiwa.
Menurut sejarah yang berkembang di masyarakat Kampung Pantai Harapan, sebelumnya
Kampubg ini bernama PANGOBAKAN. Arti dari PANGOBAKAN berasal dari kata “ NGOBAK
“ yaitu dalam Bahasa Bajau yaitu menarah/ merubah bentuk Kayu dengan kampak
atau patuk/beliung. Kampung pantai harapan terletak diantara dua Kampung yaitu
Kampung Tanjung Perepat dan Kampung Biduk-Biduk. Pada saat itu Kampung pantai
harapan seluruhnya berasal dari Pulau Balikukup yang hidupnya aman, tenteram,
dan sehat sentosa dengan mata pencaharian penduduknya 99% adalah Nelayan.
Proses terjadinya perpindahan masyarakat Pulau Balikukup sekitar
Bulan Mei Tahun 1957, Pukul 07.00 Wita. Awal
cerita Mendaratlah rombongan Bajak Laut (Mundu
bahasa Bajau yang berasal dari
Filipina dengan berkendaraan sebuah Kapal Motor yang beranggotakan sekitar 52 Orang, Sedangkan pihak
Keamanan Kepolisian Negara indonesia yang ditugaskan di Polres
Kabupaten berau dan ditempatkan di balikukup, hanya
beranggotakan 5 Orang, dengan
bersenjatakan Api L E dan Kucing Belang, dan dipipmpin oleh
Komandan bernama SAMIN dengan Anggota 4 Orang yaitu Bapak Musin, Bapak Riung, Bapak Amanah dan Bapak Panut. Pada saat itu
terjadilah kontak senjata kurang lebih 3 jam lamanya karena pihak bajak laut
memperkirakan banyak anggota Polisi yang
bertugas di kampung Balikukup sehingga mereka tidak terlalu terburu-buru untuk
naik kedaratan, dan dalam waktu yang cukup lama dapat mempertahankan
kampung selama (3 jam), maka
gugurlah 4 Orang aparat
kepolisian negara karena tertembak dari belakang. Pihak bajak laut sambil
menembakkan senjatanya juga menurunkan anggotanya dengan berenang naik di
jujung Pulau Balikukup dan menyerang dari belakang.
Aparat
kepolisian negara yang gugur pada saat itu adalah Bapak Amanah, Bapak Samin, Bapak Panut, Bapak Husin dan 3 Orang penduduk yang tewas serta 4
Orang luka berat, sedangkan Bapak Riung dapat diselamatkan oleh masyarakat
setempat dengan menyamar sebagai penjaga toko, sehingga
selamatlah beliau.
Setelah gugurnya aparat kepolisian negara kita, maka rombongan
bajak laut berpesta sesuka hati, merampas serta mengambil harta
penduduk setempat, setelah puas kemudian mereka (bajak laut) meninggalkan Pulau Balikukup menuju daerah asalnya (Filipina).
Sebaliknya tinggallah masyarakat Pulau Balikukup menanggung kesedihan
dan penderitaan, dan yang terdengar hanyalah suara sedih, tangis dan duka
cita.
Empat hari kemudian setelah kejadian barulah datangan rombongan
dari Tanjung Redeb disertai dengan robongan Kecamatan diantaranya
adalah Bapak Camat Talisayan Almarhum Salam Mas Tumenggung, Almarhum Bapak Gazali
dari Kelpolisian sekaligus sebagai pimpinan rombongan untuk mengambil Jenazah para Pahlawan kita, setelah
itu membagi-bagikan
makanan dan pakaian dan pada hari itu juga langsung menuju Tanjung Redeb.
Sedangkan masyarakat meninggalkan Pulau Balikukup masing-masing menyebar menuju
daratan pesisir pantai sekitar Kecamatan Talisayan, Batu Putih, Tanjung
Perepat, Sungai Siburung, dan Labuan Kelambu
demi mencari ketentraman hidup. Sementara Bapak Almarhum S. Antoyong bersama keluarganya langsung pindah menuju Kalindakan,
sehingga pada saat itu Pulau Balikukup tidak lagi berpenghuni.
Setahun kemudian Almahum S. Antoyong pindah lagi dari Kalindakan bersama keluarganya ke
Kampung Tanjung Perepat namun hanya sementara saja, kemudian pindah lagi ke
Sungai Siburung. Masyarakat
yang pertama kali berdomisili di Sungai Siburung adalah
masyarakat Pulau Balikukup.
Pada saat itulah terjadi Perubahan Nama sementara nama Kampung
yaitu Kampung Balikukup di Sungai Siburung (Pangobakan) dengan Kepala Kampung
almarhum S. Antoyong. Perbatasan yang ada
dibeli oleh beliau untuk dijadikan sebuah Kampung Selang beberapa waktu kemudian Almarhum S. Antoyong
mengajukan permohonan Kepada Pemerintah Kabupaten Berau agar Pangobakan (Sungai
Siburung) dapat dijadikan Kampung Depinitif sebagai Pengganti Pulau Balikukup.
Namun permohonan S. Antoyong belum dapat dipenuhi karena belum mencukupi
persyaratan untuk menjadi sebuah Kampung.
Akan tetapi Almarhum S. Antoyong tidak berputus asa dan dia
melakukan perundingan dan negosiasi dengan 2 Kepala Kampung tetangga yaitu
Almarhum Bapak Gamutu (Kepala Kampung Tanjug Perepat) dan Kepala Kampung
Biduk-Biduk dengan tujuan agar kedua Kepala Kampung
tersebut mau memberikan atau melepaskan sebagian wilayahnya yaitu dari Sungai
Lempot sampai Sungai Serai (Wilayah Kampung Biduk-Biduk) yang mana saat ini
menjadi wilayah RT V, kemudian Sungai Siburung (Wilayah Kampung Tanjung Perepat
) yang mana saat ini menjadi wilayah RT I, dan II.
Setelah memperhitungkan luas wilayah yang sudah mencukupi
persyaratan kemudian kembali Kepala Kampung S. Antoyong mengajukan permohonan
Kepada Bupati Berau supaya Kampung Pangobakan dijadikan sebuah Desa Depinitif
dan pada tahun 1960 dikabulkan permintaan
tersebut dan Kampung Pangobakan diresmikan oleh Camat Talisayan almarhum Salam Mas Tumenggung atas nama Menteri
Dalam Negeri dan sekaligus Kampung Pangobakan diganti namanya menjadi Kampung
Pantai Harapan.